Well, gue sekarang kembali kedalam suasana hati yang dulu
pernah terabaikan.
Pernahkah lo berada didalamnya?
Pernahkah lo berada didalam suasana yang dahulu lu gak
mensyukuri keberadaannya. Suasana yang lo belom bisa merasakan keindahannya
secara sempurna.
Dan kini, sehabis bangun tidur akibat obat pilek, gue
merasakannya.
Mungkin ini karena gue dirumah, iya, gue merasakan betapaaa
carenya orangtua dan kakak gue terhadap gue. Tapi mungkin juga engga. Seinget
gue carenya udah lama. Tapi kenapa kerasanya baru sekarang kalo begitu?
Bodo amat, yang penting, gue merasakannya!
Kenangan- kenangan lama sedang menari-nari diatas benak gue
sekarang. Kenangan gue main sama temen- temen gue jaman smp, maen kemana mana
bener bener kemana mana, suasana tertawa bersama temen gue, suasana ketika lo
tiba-tiba ingin memiliki seseorang.
Gue merasakannya, kenangan- kenangan jaman sd atau bahkan
sebelomnya. Ketika gue tetep enjoy aja bermain bersama temen- temen gue
meskipun dibully(dan keadaan itu terus berlangsung hingga sekarang).
Perasaan mengajak gue bermain ke waktu sesudahnya: jaman-jaman sma, ketika semua paradigma
hura-hura semata gue diberanguskan, dan gue bangga dengan itu. Ketika
kepercayaan satu demi satu berdatangan. (dan dilain kesempatan, gue ngerti betapa gak enaknya
menyia nyiakan kepercayaan itu), hingga ke masa yang paling ditunggu, atau dihindari:
Ketika gue pertama ngerasa ingin punya seseorang, khusus buat gue berbagi kepedulian.
Masih, gue masih merasakannya. Gue merasakan betapa
dalamnya seharusnya alasan buat seorang manusia jatuh cinta, begitu dalam
sehingga seringkali orang tidak bisa menjawabnya. Dan ketika itulah orang yang
bertanya alasannya, kemudian memahami bahwa ia telah mencintai dengan dalam.
Dan gue bertemu dia, dia, dia, dia yang gue pernah ingin
berbagi khusus untuknya disemua periode itu. Semua Dia yang memilih untuk
melihat kearah yang sama dengan gue, meninggalkan bagian punggungnya untuk gue
lihat;
Berpaling.
Kefrustasian yang gue rasakan itu bener- bener ada dan hidup,
begitu hidupnya hingga gue melihat dengan caranya: abu- abu dan berfokus kepada
ketidaksempurnaan disekitar kita. To see the flaws, not the flowers around us.
Kefrustasian itu pernah, secara gak langsung, membawa gue kedalam suasana ini:
suasana yang gue namakan suasana bunga abu- abu. Kenapa bunga abu-abu? Ketika
lo sedang dalam perasaan senang, lo akan melihat semua berwarna, lo akan fokus
kepada hal- hal berwarna disekitar lo, lo akan fokus sama kegembiraan disekitar
lo. You will be focused on “the flowers” in your environment. Tapi,ketika lo
sedang dalam sedih, lo akan terfokus sama ke-imperfeksi-an lingkungan lo, dan
lo bakal melukiskan apa yang lu liat saat itu dengan abu- abu. The flaws on
your environment will catch your eye and sense.
Kefrustasian itu ngebawa gue kembali ke bumi, setelah kesenangan- kesenangan yang biasa gue dapet. Membawa suasana abu- abu, grayscale, sebagai pasangan sepadan yang menandingi kejelian dari mata yang dirasuki suasana kesenangan,
"Suasana Bunga".
Maka, ketika gue merasakan perasaan bunga abu- abu, gue
merasakan keduanya. Gue gamau perasaan senang dari jatuh cinta ini dibumihanguskan
begitu aja. Meski gue tau, gue seringkali harus nerima fakta bahwa, orang-orang
tertentu gak bakal pernah ada dihidup gue,
Melainkan cuma dihati gue.
Maka, disinilah gue,
memilih buat mempertahankan perasaan gue, sampe gue tertaut ke tempat yang
lain. Ke tempat dimana gue gak bakal kesitu, ke sudut tergelap hati dari jiwa
yang lain. To the other place i’ll never be, to the another darker valley of
someone’s heart (sedikit ngambil kata-katanya adhitia sofyan)
Dan akhirnya, di penghujung SMA, gue lebih mengenal agama,
tanggung jawab, dan makna kehidupan lainnya. Gue menemukan cita- cita gue,
hingga gue terfokus kesitu, dan menemukan batu loncatan baru, meski harus
merantau. Sejak itu, suasana yang gue rasakan gapernah sama:
Si bunga abu- abu gak lagi datang mengucap salam sekaligus
mengetuk pintu jiwa gue, untuk kemudian, gue jawab salamnya dan membukakan
pintunya untuk masuk ke ruang tamu hati gue. Lalu, mempersilahkannya menyulut flare, yang asapnya menusuk ke syaraf
mata dan rasa, mengganggu pandangan gue dan syaraf perasa gue, sehingga apa
yang gue lihat bisa gue rasakan dengan sempurna.
Dan kini ia kembali.
Kemungkinan besar karena rasa care yang
terselip- untuk kembali padaMu. Karena dikuliah gue sangat jauh sama Allah.
Menurun ibadah gue. Tapi, bunga abu- abu itu selalu mengingatkan gue betapa
besarnya Allah, because it reminds me to see the flowers, despite the flaws
catch my sights.
Dan, Engkaulah alasan terbesar bunga terindah itu hadir di
kehidupan gue.
Solo-Depok, 23 Januari
2014
0 comments:
Posting Komentar